KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun tugas makalah yang
berjudul “Reinventing Goverment”. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas individu mata kuliah Pengantar Imu Administrasi Negara. Penyusunan
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, melalui kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan tugas ini, sehingga penulis bisa memahaminya dan mempelajari lebih
dalam tentang reinventing govermen.
Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyususnan makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan masukan, baik kritik
maupun saran demi kelengkapan dan kebaikan makalah ini, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.
Sumenep, 22 November 2014
Penulis.
DAFTAR ISI
SAMPUL i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR
ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
1
1.2 Rumusan
Masalah
2
1.3
Tujuan
2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Reinventing
3
2.2 Pengertian Government
3
2.3 Pengertian Reinventing
Government
4
2.4 Prinsip Reinventing
Government 5
2.5 Prinsip Utama Reinventing
Goverment menurut Imawan 10
2.6 Strategi Reinventing
Goverment 10
2.7 Implementasi Reinventing
Goverment 14
2.8 Reinventing Goverment di
Indonesia 15
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
22
3.2
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di zaman
sekarang ini telah banyak orang yang mengerti bahwa wirausaha adalah cara
mendobrak nasib keterpurukan seseorang dengan mengganti inovasi kreatif
sedemikian rupa. Apalagi di tahun ini Indonesia telah menjadi tuan rumah bagi
pertemuan APEC di bali beberapa waktu lalu. Mau tidak mau Indonesia harus siap
mengahadapi kompetisi perekonomian dengan Negara-negara pasifik.
Dalam
menghadapi pasar bebas, Indonesia harus menyiapkan sumber daya-sumber daya yang
mampu menyaingi Negara-negara lain. Dalam hal ini, Indonesia bukan hanya
membutuhkan para wirausahawan kreatif, tetapi Indonesia juga memongkar ulang
sistem kinerja pemerintahannya.
Seperti yang
telah kita ketahui kewirasuhaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan
watak seseorang yang memiliki gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara
kreatif. Menghadapi kondisi ini, maka pemerintah sebagai pelayan publik perlu
berupaya untuk menekan sekecil mungkin terjadinya kesenjangan antara tuntutan
pelayanan masyarakat dengan kemampuan aparatur pemeritah. Keterbatasan sarana
dan prasarana yang telah ada tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenaran
tentang rendahnya kualitas pelayanan. Kemandirian dan kemampuan yang handal
dari pemerintah merupakan syarat mutlak agar tetap terrpeliharanya kepercayaan
masyarakat. Maka pemerintah saat ini harus berupaya merupakan perannya untuk
masa yang akan datang yaitu melalui penerapan konsep pemerintahan wirausaha
atau dengan istilah Reinventing Government.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian
reinventing?
2. Apakah pengertian
government?
3. Apakah yang dimaksud
dengan reinventing government?
4. Apakah saja prinsip
reinventing government?
5. Bagaimana
prinsip utama reinventing goverment menurut Imawan?
6. Bagaimana
strategi reinventing goverment?
7. Bagaimana
Implementasi reinventing goverment?
8. Bagaimana
reinventing goverment yang ada di Indonesia?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui
pengertian reinventing.
2. Untuk mengetahui
pengertian government.
3. Untuk mengetahui apa
yang dimaksud reinventing government.
4. Untuk mengetahui apa
saja prinsip reinventing government.
5. Untuk
mengetahui prinsip reinventing goverment menurut Imawan.
6. Untuk
mengetahui strategi reinventing goverment yang berjalan saat ini.
7. Untuk
mengetahui Implementasi reinventing goverment.
8.
Untuk mengetahui dan memahami reinventing goverment yang ada di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN REINVENTING
(WIRAUSAHA)
Pada
dasarnya, menurut bahasa Reinventing artinya ialah menemukan atau
menciptakan kembali. Namun menurut istilah, reinventing dapat diartikan sebagai
interpreneur atau wirausaha.
Wirausaha
adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melihat dan menilai
kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya- sumber daya yang
dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam
rangka meraih sukses (senain:2013).
Dengan
pendapat tersebut telah kita ketahui bahwa wirausaha ialah bukan berarti harus
bergelut dengan usaha (business), tetapi wirausaha ialah kemampuan atau
skill seseorang yang harus kita telaah dan dipelajari lebih dalam lagi.
Kemampuan tersebutlah yang sangat dibutuhkan oleh Negara ini. Kemampuan yang
dapat meniai dan melihat secara detail sebuah peluang.
2.2 PENGERTIAN GOVERNMENT
(PEMERINTAHAN)
Pemerintahan
adalah suatu sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur
kehidupan sosial, ekonomi dan politik, suatu negara atau bagian-bagiannya.
Pengertian
pemerintah yang lainnya adalah sekelompok orang yang secara bersama-sama
memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan. Pemerintah juga
bisa diartikan sebagai penguasa suatu negara atau badan tertinggi yang
memerintah suatu negara.
2.3 PENGERTIAN REINVENTING
GOVERNMENT
Menurut
David Osborne dan Peter Plastrik (1997) dalam bukunya “Memangkas Birokrasi”,
Reinventing Government adalah “transformasi system dan organisasi pemerintah
secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas,
efesiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini
dicapai dengan mengubah tujuan, system insentif, pertanggungjawaban, struktur
kekuasaan dan budaya system dan organisasi pemerintahan”. Pembaharuan adalah
dengan penggantian system yang birokratis menjadi system yang bersifat
wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuat pemerintah siap untuk
menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan terhadap masyarakat, menciptakan
organisasi-organisasi yang mampu memperbaiki efektifitas dan efisiensi pada
saat sekarang dan di masa yang akan datang.
Konsep reinventing government pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma New Public Management dimana dalam New Public Management (NPM), negara dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam paradigma New Public Management (NPM). Warga pun tidak dilihat sebagai abdi lagi, tetapi sebagai pelanggan layanan publik yang karena pajak yang dibayarkan memiliki hak atas layanan dalam jumlah tertentu dan kualitas tertentu pula. Prinsip dalam New Public Management (NPM) berbunyi, “dekat dengan warga, memiliki mentalitas melayani, dan luwes serta inovatif dalam memberikan layanan jasa kepada warga”
Konsep reinventing government pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma New Public Management dimana dalam New Public Management (NPM), negara dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam paradigma New Public Management (NPM). Warga pun tidak dilihat sebagai abdi lagi, tetapi sebagai pelanggan layanan publik yang karena pajak yang dibayarkan memiliki hak atas layanan dalam jumlah tertentu dan kualitas tertentu pula. Prinsip dalam New Public Management (NPM) berbunyi, “dekat dengan warga, memiliki mentalitas melayani, dan luwes serta inovatif dalam memberikan layanan jasa kepada warga”
Konsep reinventing government, apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia konsep ini berarti menginventarisasikan lagi kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan reinventing government diilhami oleh beban pembiayaan birokrasi yang besar, namun dengan kinerja aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari publik sebagai pembayar pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan anggarannya dan meningkatkan kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik yang tidak dapat diefisiensikan lagi dan telah membebani keuangan Negara diminta untuk dikerjakan oleh sektor non-pemerintah. Dengan demikian, maka akan terjadi proses pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula memonopoli semua bidang pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang semula merupakan “big government” ingin dijadikan “small government” yang efektif, efisien, responsive, dan accountable terhadap kepentingan publik.
Dari penjelasan di atas telah dapat digambarkan bahwa reinventing government (pemerintahan wirausaha) ialah suatu sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan social, ekonomi dan politik dengan jiwa kewirausahaan di masing-masing anggota pemerintahan atau pejabatnya. Atau dengan kata lain, intinya ialah “mewirausahakan birokrasi”
Penerapan
konsep ini tak lain dan tak bukan demi cita-cita Negara manapun, yakni untuk
menciptakan pemerintahan yang baik (good government). Oleh karna itu dalam
perombakan mendasar dalam sebuah Negara agar tercipta good gornment ialah yang
paling cocok dengan mengimplementasikan konsep reinventing government. Dengan
menanamkan jiwa wirausaha ke dalam diri para pejabatnya.
2.4
PRINSIP REINVENTING GOVERNMENT
Menurut
Osborne dan Gaebler dalam bukunya yang
berjudul Reinventing Government, sepuluh prinsip mewirausahakan
birokrasi adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Pertama: Pemerintah yang katalis (Catalytic
Government).
Konsep yang pertama ini maksudnya ialah
mengarahkan ketimbang mengayuh (steering rather than rowing).
Harus ada pemilah antara yang mengatur dan yang melaksanakan. Pemerintah harus
tegas membedakan antara siapa pemerintah yang semestinya mengarahkan dan siapa
yang semestinya melaksanakan. Dengan kata lain, pemerintah harus lebih fokus
terhadap pengarahannya. Tidak mungkin pemerintah mengawasi atau mengayuh secara
langsung proses pelayanan publik. Dengan demikian konsep di atas guna untuk
memisahkan dengan tegas bahwa seharusnya pemerintah bisa fokus untuk menjadi
pemikir dan pengarah. Sedangkan yang melaksanakannya diserahkan kepada yang
paling bawah atau bisa juga diserahkan kepada pihak swasta. Contohnya ialah
privatisasi dan lain sebagainya.
b. Prinsip kedua: Pemerintah milik rakyat
(Community Government).
Prinsip ini maksudnya ialah memberdayakan atau memberi
wewenang ketimbang melayani (Empowering rather than serving).
Dalam hal ini pemerintah diharapkan mampu memberdayakan rakyatnya. Dengan kata
lain, pemerintah juga bisa memberikan wewenang kepada masyarakat. Guna menjamin
terselenggaranya pelayanan yang efisien dan efektif; serta produk pemerintah
bisa mencoba mengalihkan pemilikannya ke masyarakat. Akhirnya, pelayanan
tersebut bergeser ke pemberdayaan masyarakat dari suatu komunitas. Sehingga ada
kemungkinan besar kelak bisa mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap
pemerintah. Lalu terciptalah masyarakat yang handal dengan kreasinya dan
menjadi lebih mandiri.
c. Prinsip ketiga: Pemerintah yang
kompetitif (Competitive Government).
Pemerintah yang kompetetif dengan cara menyuntikkan persaingan
dalam pemberian pelayanan (Injecting Competition into service Delivery). Suatu
pelayanan yang kompentitif dianggap suatu hal yang sehat. Berbeda dengan cara
monopoli, bila dibiarkan akan timbul kembali ketergantungan pada satu pemilik.
Pemerintah yang kompetitif disini lebih diartikan pemerintah wirausaha yang
mampu bersaing dengan organisasi bisnis. Sehingga semuanya dapat mengembangkan
krativitas inovasi yang sangat menguntungkan bagi Negara dan masyarakatnya.
Dengan pemberian penghargaan dan pembiayaan kepada suatu lembaga-lembaga
pemerintah yang berhasil maju di suatu wilayah akan sangat diperhatikan oleh
masyarakatnya. Di sanalah letak kompetisi yang akan mebuat masyarakat dan
pemerintahnya semangat seperti layaknya dalam sebuah perlombaan.
d. Prinsip keempat: Pemerintah yang digerakkan misi (Mission
Driven Government).
Dalam prinsip ini diharapkan pemerintah bisa mengubah
organisasi yang digerakkan oleh peraturan (Transforming Rule-Driven
Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (mission-driven).
Seringkali terjadi peristiwa di mana pemerintah tidak
dapat dan tidak mampu mengambil langkah-langkah strategis tertentu karena belum
adanya peraturan-peraturan yang mengaturnya. Sementara di pihak lain, kerap
terjadi kasus dimana pemerintah tidak berani melakukan sebuah tindakan karena
cenderung bertentangan dengan peraturan yang berlaku (walaupun peraturan yang
bersangkutan sudah tidak cocok lagi diterapkan pada kondisi saat ini). Akibat
budaya ini, seringkali banyak peluang-peluang kemajuan yang lewat dan terbuang
begitu saja karena ketidakmampuan pemerintah dalam memanfaatkan situasi
tersebut.
Dalam dilema tersebut seharusnya pemerintah berjalan
dengan sebuah misi, dan menjadikan peraturan sebagai jalan atau cara untuk
mencapai sebuah misi tersebut.
e. Prinsip kelima: Pemerintah yang
berorientasi hasil (Result Oriented Government).
Maksudnya ialah pemerintah haru lebih fokus Membiayai hasil bukan masukan (Funding
outcomes, Not input). Dalam pembahasan prinsip ini, sebaiknya kita sadari
terlebih dahulu bahwa hal yang paling dirasakan manfaatnya oleh masyarakat
sebagai customer dari pemerintah adalah hasil keluaran dari setiap inisiatif.
Yang masyarakat nilai sebagai keberhasilan adalah keluaran atau hasil
dari pekerjaan tersebut yang diharapkan dapat segera mendatangkan manfaat
tertentu. Dengan kata lain, pemerintah harus yakin bahwa berbagai usahanya akan
melahirkan sebuah produk yang berkualitas dan bermutu tinggi, dan target inilah
yang akan menentukan jenis proses dan sumber daya yang perlu dilibatkan
(input); serta pemerintah harus meninggalkan pemerintah yang memfokuskan
pada masukan tanpa memperhatikan hasil, yang cenderung pemborosan.
f. Prinsip keenam: Pemerintah yang
berorientasi pelanggan (Customer Driven Government).
Maksudnya ialah Memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
birokrasi (Meeting the Needs of Customer, not be Bureaucracy).
Masyarakat adalah pelanggan. Pemerintah harus meletakkan pelanggan sebagai hal
paling depan. Oleh karena itu, kepuasan pelanggan diletakkan sebagai sasaran
penyampaian tujuan, dengan mendengarkan suara pelanggan. Dengan memperhatikan
kebutuhan dasar pelanggan dan memperhatikan hukum pelanggan, pemerintah lebih
responsif dan inovatif.
g. Prinsip ketujuh: Pemerintah wirausaha (Enterprising
Government).
Intinya ialah Menghasilkan ketimbang membelanjakan (Earning
Rather than Spending). Pemerintah wirausaha ialah pemerintah yang
memfokuskan energinya terhadap hasil kinerjanya bukan hanya membelanjakan
uangnya. Pada kenyataanya bahwa hampir seluruh perangkat pemerintahan merupakan
sebuah pusat harga yang dibiayai oleh anggaran belanja negara.
Secara tidak langsung dapat
terlihat bahwa keberadaan sistem birokrasi pemerintahan merupakan sebuah beban
dari anggaran belanja Negara. Dalam hal
ini pemerintah harus menemukan sumber-sumber penghasilan selain penghasilan
yang telah disepakati, yaitu pajak. Sehingga tidak terlalu menggantungkan pada
penerimaan pajak. Pajak yang tinggi pada suatu keadaan tertentu akan ditentang
masyarakatnya.
h. Prinsip kedelapan: Pemerintah yang antisipasi (Anticipatory
Government).
Mencegah ketimbang Mengobati (Preventon Rather than
Cure). Pepatah lama mengatakan bahwa “mencegah lebih baik dari mengobati”.
Hal yang sama berlaku pula dalam kepemerintahan. Yaitu pemerintah harus lebih
berfokus pada upaya mencegah terhadap masalah yang timbul ketimbang memusatkan
penyediaan jasa demi mengurangi masalah (mengobati). Dalam hal ini,
pemerintah harus mempunyai strategi ampuh yang dapat meraih peluang tidak
tarduga, serta dapat mencegah krisis yang tidak terduga. Intinya pemerintah
harus lebih proaktif.
i. Prinsip Kesembilan: Pemerintah
yang desentralis (Decentralized Government).
Dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja (From
Hierarchy to Participation and Teamwork), Artinya, peranan komando dan
hierarki ditinggal. Selain itu, jika jika melihat perkembangan zaman yang
semakin maju dan teknologi semakin mengglobal dan pendidikan semakin maju,
sudah semestinya pemerintah menurunkan wewenang kepada lembaga-lembaga di
bawahnya serta mendorong mereka untuk berurusan langsung dengan pelanggan untuk
lebih bisa membuat keputusan. Lalu menciptakan kerja sama yang solid dengan
cara melihat mereka sama rata dan sudah sebanding dengan pemerintahnya.
Melahirkan partisipasi dengan tim kerja, Bukan dengan pengkomandoan yang
umumnya terlihat kaku. Dengan kata lain, pemerintah memberi ruang gerak kepada
mereka agar bisa bersama-sama menciptakan strategi kreatif.
j. Prinsip kesepuluh: Pemerintah yang
berorientasi pasar (Market Oriented Government).
Mendongkrak perubahan melalui pasar (Leveraging
change throught the Market). artinya pemerintah mendongkrak perubahan
melalui cara pasar. Mekanisme pasar memiliki banyak keunggulan ketimbang
mekanisme administrasi. Pasar pada dasarnya adalah desentralis. Harga
ditentukan oleh yang paling di atas. Namun dalam pasar bisa bersaing dengan
sehat, lebih kompetitif. Jika kita sadari, sebenaranya dalam pasar memberikan
kesempatan kepada pelanggan untuk menentukan pilihannya. Selain itu dalam pasar
sangat peka terhadap perubahan dan respon terhadap kebutuhan lebih cepat.
2.5 Menurut
Imawan, prinsip utama Reinventing Government
Prinsip utama reinventing goverment
terbagi menjadi 5 yaitu :
(1) Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktifitas masyarakat)
(2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat).
(3) Meeting the need of the costumer, not bureaucracy.
(4) Earning
(5) Prevention.
(1) Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktifitas masyarakat)
(2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat).
(3) Meeting the need of the costumer, not bureaucracy.
(4) Earning
(5) Prevention.
2.6 Strategi Reinventing Goverment.
Adapun Strategi dari Reinventing Goverment ialah:
Adapun Strategi dari Reinventing Goverment ialah:
1. Strategi
inti (the core strategy)
Strategi ini menentukan tujuan (the purpose) sebuah sistem dan organisasi publik. Jika sebuah organisasi tidak mempunyai tujuan yang jelas atau mempunyai tujuan yang banyak atau saling bertentangan, maka organisasi itu tidak dapat mencapai kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, sebuah organisasi publik akan mampu bekerja secara efektif jika ia mempunyai tujuan yang spesifik. Oleh karena itu, adalah penting bagi para pemimpin organisasi-organisasi publik untuk menetapkan terlebih dahulu tujuan organisasinya secara spesifik.
Jadi dengan demikian penetapan visi dan misi organisasi juga mempunyai peran yang sama pentingnya dalam melengkapi tujuan organisasi publik. Hal ini penting sebagai usaha agar karyawan atau pegawai mempunyai arah dan pegangan yang jelas. Di luar itu, strategi ini terutama berkaitan dengan usaha-usaha memperbaiki pengarahan (steering).
Strategi ini menentukan tujuan (the purpose) sebuah sistem dan organisasi publik. Jika sebuah organisasi tidak mempunyai tujuan yang jelas atau mempunyai tujuan yang banyak atau saling bertentangan, maka organisasi itu tidak dapat mencapai kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, sebuah organisasi publik akan mampu bekerja secara efektif jika ia mempunyai tujuan yang spesifik. Oleh karena itu, adalah penting bagi para pemimpin organisasi-organisasi publik untuk menetapkan terlebih dahulu tujuan organisasinya secara spesifik.
Jadi dengan demikian penetapan visi dan misi organisasi juga mempunyai peran yang sama pentingnya dalam melengkapi tujuan organisasi publik. Hal ini penting sebagai usaha agar karyawan atau pegawai mempunyai arah dan pegangan yang jelas. Di luar itu, strategi ini terutama berkaitan dengan usaha-usaha memperbaiki pengarahan (steering).
2. Strategi konsekuensi (the consequences
strategy)
Strategi ini menentukan insentif-insentif yang dibangun ke dalam sistem publik. Birokrasi memberikan para pegawainya insentif yang kuat untuk mengikuti peraturan-peraturan, dan sekaligus, mematuhinya. Pada model birokrasi lama, para pegawai atau karyawan memperoleh gaji yang sama terlepas dari yang mereka hasilkan.
Dalam rangka reinventing government, seperti diungkapkan oleh Osborne dan Plastrik, mengubah insentif adalah penting dengan cara menciptakan konsekuensi-konsekuensi bagi kinerja. Jika perlu, organisasi-organisasi publik perlu ditempatkan dalam dunia usaha (market place), dan membuat organisasi tergantung pada konsumennya untuk memperoleh penghasilan. Namun, jika hal ini tidak layak untuk dilakukan, maka perlu dibuat kontrak atau perjanjian guna menciptakan persaingan antara organisasi-organisasi publik dan swasta (atau persaingan antar organisasi publik).
Hal ini karena pasar dan persaingan menciptakan insentif-insentif yang jauh lebih kuat sehingga organisasi publik terdorong untuk memberikan perbaikan-perbaikan kinerja yang lebih besar. Insentif dan persaingan ini dapat mempunyai bentuk yang beragam, seperti tunjangan kesehatan, kenaikan gaji, atau memberikan penghargaan bagi organisasi-organisasi publik yang mempunyai kinerja yang lebih tinggi.
Strategi ini menentukan insentif-insentif yang dibangun ke dalam sistem publik. Birokrasi memberikan para pegawainya insentif yang kuat untuk mengikuti peraturan-peraturan, dan sekaligus, mematuhinya. Pada model birokrasi lama, para pegawai atau karyawan memperoleh gaji yang sama terlepas dari yang mereka hasilkan.
Dalam rangka reinventing government, seperti diungkapkan oleh Osborne dan Plastrik, mengubah insentif adalah penting dengan cara menciptakan konsekuensi-konsekuensi bagi kinerja. Jika perlu, organisasi-organisasi publik perlu ditempatkan dalam dunia usaha (market place), dan membuat organisasi tergantung pada konsumennya untuk memperoleh penghasilan. Namun, jika hal ini tidak layak untuk dilakukan, maka perlu dibuat kontrak atau perjanjian guna menciptakan persaingan antara organisasi-organisasi publik dan swasta (atau persaingan antar organisasi publik).
Hal ini karena pasar dan persaingan menciptakan insentif-insentif yang jauh lebih kuat sehingga organisasi publik terdorong untuk memberikan perbaikan-perbaikan kinerja yang lebih besar. Insentif dan persaingan ini dapat mempunyai bentuk yang beragam, seperti tunjangan kesehatan, kenaikan gaji, atau memberikan penghargaan bagi organisasi-organisasi publik yang mempunyai kinerja yang lebih tinggi.
3. Strategi
pelanggan (the customers strategy)
Strategi ini terutama memfokuskan pada pertanggungjawaban (accountability). Berbeda dengan birokrasi lama, dalam birokrasi model baru, tanggung jawab para pelaksana birokrasi publik hendaknya ditempatkan pada masyarakat, atau dalam konteks ini dianggap sebagai pelanggan. Dengan demikian, tanggung jawab tidak lagi semata-mata ditempatkan pada pejabat birokratis di atasnya, tetapi lebih didiversifikan kepada publik yang lebih luas.
Model pertanggungjawaban seperti ini diharapkan dapat meningkatkan tekanan terhadap organisasi-organisasi publik untuk memperbaiki kinerja ataupun pengelolaan sumber-sumber organisasi. Selanjutnya, dengan memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat/konsumen, akan dapat menciptakan informasi, yaitu tentang kepuasan para konsumen terhadap hasil-hasil dan pelayanan pemerintahan tertentu. Dengan kata lain, penyerahan pertanggungan jawab kepada para konsumen berarti bahwa organisasi-organisasi publik harus mempunyai sasaran yang harus dicapai, yaitu meningkatkan kepuasan konsumen (customers satisfaction).
Strategi ini terutama memfokuskan pada pertanggungjawaban (accountability). Berbeda dengan birokrasi lama, dalam birokrasi model baru, tanggung jawab para pelaksana birokrasi publik hendaknya ditempatkan pada masyarakat, atau dalam konteks ini dianggap sebagai pelanggan. Dengan demikian, tanggung jawab tidak lagi semata-mata ditempatkan pada pejabat birokratis di atasnya, tetapi lebih didiversifikan kepada publik yang lebih luas.
Model pertanggungjawaban seperti ini diharapkan dapat meningkatkan tekanan terhadap organisasi-organisasi publik untuk memperbaiki kinerja ataupun pengelolaan sumber-sumber organisasi. Selanjutnya, dengan memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat/konsumen, akan dapat menciptakan informasi, yaitu tentang kepuasan para konsumen terhadap hasil-hasil dan pelayanan pemerintahan tertentu. Dengan kata lain, penyerahan pertanggungan jawab kepada para konsumen berarti bahwa organisasi-organisasi publik harus mempunyai sasaran yang harus dicapai, yaitu meningkatkan kepuasan konsumen (customers satisfaction).
4. Strategi
Pengawasan (the control strategy)
Strategi ini menentukan di mana letak kekuasaan membuat keputusan itu diberikan. Dalam sistem birokrasi lama, sebagian besar kekuasaan tetap berada di dekat puncak hierarkhi. Dengan kata lain, wewenang tertinggi untuk membuat keputusan berada pada puncak hierarkhi.
Perkembangan birokrasi modern yang semakin kompleks telah membuat organisasi menjadi tidak efektif. Hal ini karena proses pengambilan keputusan harus melalui jenjang hierakhi yang panjang sehingga membuat proses pengambilan keputusan cenderung lamban, dan jika hal ini dipaksakan, maka jika dilewati akan membawa dampak terjadinya bureaucracy barierrs. Pada akhirnya, secara keseluruhan, sistem kinerja birokrasi dalam menangani masalah dan memberikan pelayanan kepada masyarakat akan berlangsung lamban karena bawahan tidak diberi ruang yang cukup untuk mengambil inisiatif dalam memecahkan masalah.
Lebih lanjut, dalam model birokrasi lama, para pengelola atau manajer mempunyai pilihan-pilihan yang terbatas, dan keleluasan atau fleksibilitas mereka dihimpit oleh ketentuan-ketentuan anggaran yang terinci, peraturan-peraturan perorangan, sistem pengadaan (procurement systems), praktek-praktek audit, dan sebagainya. Karyawan hampir tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan. Akibatnya, organisasi-organisasi pemerintah lebih menanggapi perintah-perintah baru dibandingkan dengan situasi yang berubah atau kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Oleh karena itu, adalah penting mendesentralisasikan pembuatan keputusan kepada pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai birokrasi di bawahnya karena hal ini akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab dikalangan para pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses implementasi kebijakan.
Strategi ini menentukan di mana letak kekuasaan membuat keputusan itu diberikan. Dalam sistem birokrasi lama, sebagian besar kekuasaan tetap berada di dekat puncak hierarkhi. Dengan kata lain, wewenang tertinggi untuk membuat keputusan berada pada puncak hierarkhi.
Perkembangan birokrasi modern yang semakin kompleks telah membuat organisasi menjadi tidak efektif. Hal ini karena proses pengambilan keputusan harus melalui jenjang hierakhi yang panjang sehingga membuat proses pengambilan keputusan cenderung lamban, dan jika hal ini dipaksakan, maka jika dilewati akan membawa dampak terjadinya bureaucracy barierrs. Pada akhirnya, secara keseluruhan, sistem kinerja birokrasi dalam menangani masalah dan memberikan pelayanan kepada masyarakat akan berlangsung lamban karena bawahan tidak diberi ruang yang cukup untuk mengambil inisiatif dalam memecahkan masalah.
Lebih lanjut, dalam model birokrasi lama, para pengelola atau manajer mempunyai pilihan-pilihan yang terbatas, dan keleluasan atau fleksibilitas mereka dihimpit oleh ketentuan-ketentuan anggaran yang terinci, peraturan-peraturan perorangan, sistem pengadaan (procurement systems), praktek-praktek audit, dan sebagainya. Karyawan hampir tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan. Akibatnya, organisasi-organisasi pemerintah lebih menanggapi perintah-perintah baru dibandingkan dengan situasi yang berubah atau kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Oleh karena itu, adalah penting mendesentralisasikan pembuatan keputusan kepada pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai birokrasi di bawahnya karena hal ini akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab dikalangan para pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses implementasi kebijakan.
5. Strategi budaya (the culture strategy)
Strategi ini menentukan budaya organisasi publik yang menyangkut nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan para karyawan. Budaya ini akan dibentuk secara kuat oleh tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur kekuasaan organisasi. Dengan kata lain, mengubah tujuan, insentif, sistem pertanggungan jawab, dan struktur kekuasaan organisasi akan mengubah budaya.
Strategi ini menentukan budaya organisasi publik yang menyangkut nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan para karyawan. Budaya ini akan dibentuk secara kuat oleh tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur kekuasaan organisasi. Dengan kata lain, mengubah tujuan, insentif, sistem pertanggungan jawab, dan struktur kekuasaan organisasi akan mengubah budaya.
2.7 Implementasi Reinventing
Goverment.
Prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik pada dasarnya adalah bertujuan dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum (public serve). Implementasi prinsip-prinsip reinventing government harus selalu meningkat karakteristik dari masing-masing daerah. Artinya implementasi semangat dan prinsip reinventing sifatnya kontekstual, bukan universal.
Prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik pada dasarnya adalah bertujuan dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum (public serve). Implementasi prinsip-prinsip reinventing government harus selalu meningkat karakteristik dari masing-masing daerah. Artinya implementasi semangat dan prinsip reinventing sifatnya kontekstual, bukan universal.
Tantangan yang timbul dari prinsip reinventing antar
lain :
1. Bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut tanpa
menimbulkan friksi yang justru akan menghambat efisiensi dan efektivitas
birokrasi. Sebab prinsip reinventing gorvernment sesungguhnya baru mengena pada
dimensi normatif, tetapi belum teruji secara empiris.
2. Bagaimana menentukan strategi praktis untuk mengadopsi
prinsip reinventing government ke dalam sistem dan mekanisme pemerintah, baik
pusat maupun daerah.
Penataan
Kelembagaan pemerintah melalui reinventing antara lain.
1. Reorientasi.
Meredefenisikan viso, misi, peran,
strategi, implementasi, dan evalusi kelembagaan pemerintah.
2. Restrukturisasi.
Menata ulang kelembagaan pemerintah,
membangun organisasi sesuai kebutuhan dan tuntutan publuk .
3. Aliansi.
Mensinergikan seluruh aktor, yaitu
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam tim yang solid.
Faktor Sukses dalam reformasi birokrasi antara lain :
Faktor Sukses dalam reformasi birokrasi antara lain :
1. Komitmen Pimpinan.
Ini merupakan faktor yang sangat penting dalam
melakukan reformasi birokrasi, mengingat masih kentalnya budaya peternalistik
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
2. Kemauan diri sendiri.
Kemauan
dari penyenggara pemerintahan (birokrasi) untuk mereformasi diri sendiri.
3. Kesepahaman.
Adanya persamaan
persepsi dan pandangan terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi sendiri,
sehingga tidak terjadi perbedaan yang dapat penghambat jalannya reformasi
birokrasi.
4. Konsistensi.
Harus
dilaksanakan secara berkelanjutan dan konsisten, yang ketaatan perencanaan dan
pelaksanaan.
2.8
Reinventing Goverment di Indonesia.
Pemerintahan dengan bisnis merupakan dua lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintahan bertujuan agar memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga dapat dipilih kembali oleh masyarakat pada periode yang akan datang. Sedangkan bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika suatu organisasi bisnis tidak dapat memperoleh keuntungan maka organisasi tersebut akan mengalami Death Line atau kematian. Demikian juga dengan organisasi pemerintahan. Jika tidak dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat (tidak favorit bagi masyarakat) maka pemerintahan tersebut pada periode yang akan datang tidak akan dipilih oleh masyarakat dan akan berganti dengan pemerintah yang baru.
Perbedaan tujuan di atas menciptakan motivasi yang berbeda. Pimpinan usaha swasta akan berorientasi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, karena keuntungan merupakan indikator dari keberhasilan mereka. Sedangkan dalam pemerintahan, indikator keberhasilan seorang manajer pemerintah adalah bukan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh tetapi apakah mereka dapat menyenangkan para politisi yang terpilih atau tidak. Karena itu kinerja manajer pemerintah sangat dipengaruhi oleh kelompok kepentingan yang menang dalam pemilu dalam periode tertentu.
Pemerintahan dengan bisnis merupakan dua lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintahan bertujuan agar memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga dapat dipilih kembali oleh masyarakat pada periode yang akan datang. Sedangkan bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika suatu organisasi bisnis tidak dapat memperoleh keuntungan maka organisasi tersebut akan mengalami Death Line atau kematian. Demikian juga dengan organisasi pemerintahan. Jika tidak dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat (tidak favorit bagi masyarakat) maka pemerintahan tersebut pada periode yang akan datang tidak akan dipilih oleh masyarakat dan akan berganti dengan pemerintah yang baru.
Perbedaan tujuan di atas menciptakan motivasi yang berbeda. Pimpinan usaha swasta akan berorientasi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, karena keuntungan merupakan indikator dari keberhasilan mereka. Sedangkan dalam pemerintahan, indikator keberhasilan seorang manajer pemerintah adalah bukan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh tetapi apakah mereka dapat menyenangkan para politisi yang terpilih atau tidak. Karena itu kinerja manajer pemerintah sangat dipengaruhi oleh kelompok kepentingan yang menang dalam pemilu dalam periode tertentu.
Reinventing
Government bukan bertujuan untuk menghilangkan peran pemerintah dalam masyarakat
dan menjadikan peran tersebut dijadikan peran swasta. Dengan kata lain
Reinventing Government bukan indentik dengan swastanisasi, karena dengan
swastanisasi menyeluruh fungsi pemerintah sebagai publik service akan kabur
oleh profit oriented pihak swasta.
Prinsip-prinsip utama reinventing government ini akan diigunakan sebagai dasar analisa untuk melihat pelaksanaan reinventing government di Indonesia. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan Imawan tersebut, maka penerapan reinventing government untuk konteks Indonesia dapat dilihat melalui kelima prinsip utama tersebut yakni:
1. Pertama, Steering.
Prinsip-prinsip utama reinventing government ini akan diigunakan sebagai dasar analisa untuk melihat pelaksanaan reinventing government di Indonesia. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan Imawan tersebut, maka penerapan reinventing government untuk konteks Indonesia dapat dilihat melalui kelima prinsip utama tersebut yakni:
1. Pertama, Steering.
Paradigma tradisional tentang
birokrasi pemerintahan menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan ibarat sebuah
perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga negara dan masyarakat dari
bencana banjir ekonomi maupun politik. Hal ini menyebabkan pemerintah merupakan
aktor tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan masyarakat akan
semakin tergantung kepada pemerintahnya. Paradigma tradisional ini menyebabkan
pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya,
karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan
masyarakat. Mutu pelayanan kepada masyarakat tidak bisa ditingkatkan lagi.
Perubahan paradigma dianggap perlu,
agar pemerintah tidak lagi sebagai pelaksana tunggal pelayanan kepada
masyarakat tetapi bermitra dengan pihak swasta. Agar pemerintah tidak lagi
terjerat dengan kegiatan rutin sebagai pelayan masyarakat, maka pemerintah
perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas pelayanan tersebut kepada
masyarakat (NGO -non government organization- atau pihak swasta) atau
melaksanakan pelayanan tersebut dengan bermitra dengan masyarakat (sistem
koproduksi).
Pemerintah yang banyak melaksanakan
tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang kepada gagalnya atau lemahnya
mutu pekrjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika pemerintah
menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan
peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta. Dengan
memfokuskan diri kepada pengarahan, maka daya pikir para pembuat kebijakan
publik akan meningkat dan cermat, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil
akan lebih produktif dan lebih cermat.
2.Kedua, Empowering.
2.Kedua, Empowering.
Pada pemerintahan yang menganut
sistem otoriter kekuasaan tertinggi berada ditangan penguasa (negara) dan tidak memberikan hak-hak
politik kepada rakyat. Pada sistem ini rakyat hanyalah sebagai objek tanpa
mempunyai akses untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Rakyat tidak
dapat memberikan saran-saran/koreksi terhadap kinerja pemerintah sehingga
pemerintah bekerja tanpa terkontrol. Pada perkembangannya sistem ini tidak
populer lagi dimata masyarakat, apalagi pada sistem ini pemerintah harus
melayani seluruh kebutuhan masyarakat tetapi pemerintah tidak mampu
melaksanakannya dengan baik.
Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan.
Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan.
Perubahan yang dimaksudkan adalah
mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dengan melakukan pemberdayaan kepada
rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak lagi sebagai objek
pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan
kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri. Dalam pelaksanaan empowering ini ada
beberapa kendala yang dihadapi, yaitu keterbatasan kemampuan sumber daya
manusia. Dengan keterbatasan ini masyarakat belum mampu menterjemahkan berbagai
misi pemerintahan. Disini tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan
pengetahuan masyarakat agar mampu melakukan berbagai kegiatan dalam
pembangunan.
3. Ketiga, Meeting the Needs of the Costumer, not the Bureaucracy.
3. Ketiga, Meeting the Needs of the Costumer, not the Bureaucracy.
Prinsip reinventing government ini
pemerintah harus memenuhi kebutuhan consumer (masyarakat) bukan kebutuhan
birokrasi. Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk
mendapatkan prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Para bawahan akan
berusaha membuat atasan senang agar dia mendapatkan pangkat yang lebih tinggi.
Sedangkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dari para
administrator menjadi faktor sampingan, faktor yang utama adalah seorang
administrator harus melayani kebutuhan para pejabat. Untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi
pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan
masyarakat.
Dengan demikian masyarakat akan
merasa terayomi oleh pemerintah, merasa dekat secara emosional dengan
pemerintah. Hal ini akan terjadi jika telah terwujud Civil Society dalam
masyarakat. Dengan civil society masyarakat akan mempunyai ekses dalam mengawasi
pelaksanaan tugas pemerintahan. Jika terjadi pelanggaran, misalnya para
birokrat tidak melayani masyarakat dengan baik tetapi melayani birokrat
atasannya, maka masyarakat akan meniupkan peluit sebagai tanda peringatan
kepada administrator. Dengan demikian penyimpangan akan semakin dikurangi.
Dengan kata lain administrator akan mengutamakan kepentingan masyarakat
daripada kepentingan birokrat.
4. Keempat, Earning.
4. Keempat, Earning.
Sifat pemerintahan yang selama ini
ada adalah selalu berusaha untuk menghabiskan dana yang ada, tanpa perlu
memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut. Semakin lama semakin terbatas
sumber dana pemerintah, biaya yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program
pemerintah semakin tinggi. Disatu sisi pemerintah dapat memungut pajak yang
tinggi dari masyarakat untuk membiayai berbagai program pemerintah, tetapi hal
tersebut akan menambah beban masyarakat dan pada akhirnya akana mengurangi
akuntabilitas pemerintah dimata masyarakat. Disini berarti menaikan sektor
pajak merupakan cara yang tidak bijaksana.
Sehubungan dengan hal di atas
pemerintah perlu mempertimbangkan pemikiran bahwa instansi pemerintah harus
mampu menghasilkan dana untuk membiayai berbagai programnya. Seorang manajer
instansi pemerintah harus mampu melaksanakan tugas sebagaimana halnya manajer
perusahaan swasta yakni dengan mempertimbangkan input dan out-put dari
instansinya. Masing-masing instansi pemerintah harus mampu membuat program yang
mampu menambah penghasilan instansinya, sebagaimana yang dilaksanakan oleh sektor
swasta. Dengan demikian instansi pemerintah dan para birokrat didalamnya akan
terbiasa untuk menghemat biaya/anggaran. Apabila seluruh instansi pemerintah
sudah terbiasa untuk menghasilkaan dana sendiri untuk membiayai berbagaaai
kegiatannya bahkan sampai bisa menabung/investasi untuk usaha lain, maka beban
pemerintah untuk berbagai kegiatan pemerintahan akan semakin berkurang.
Dengan demikian konsentrasi pemikiran
pemerintah (pembuat kebijakan) akan tertuju pada masalah-masalah yang penting
dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan meningkat.
Hal di atas akan dapat dilaksanakan
di Indonesia, jika masing-masing pemerintah daerah sudah mampu membiayai
pemerintahannya sendiri. Dan di dalam Pemerintah Daerah tersebut, masing-masing
instansi Pemerintah Daerah mampu menghasilkan dana sendiri dengan tidak selalu
memberatkan anggaran Pemerintah Daerah, misalnya Dinas Pertanian mampu
menghasilkan dana sendiri dengan melakukan penelitian dan pengembangan bibit
unggul dan hasilnya dijual ke masyarakat atau ke daerah lain melalui mekanisme
pasar yang sehat. Demikian juga dengan Dinas Perikanan, mampu mengembangkan
sektor penelitian dan pengembangan ikan dan hasilnya di jual kepada pasar.
Demikian juga dengan dinas-dinas lainnya. Jika
hal di atas dapat diwujudkan, maka nantinya akan kita lihat bahwa daerah-daerah
di Indonesia akan merata kemajuannya. Ekonomi masyarakat akan ditunjang dengan
perdagangan antar daerah yang berjalan dengan sehat. Hal ini pada akhirnya akan
mampu mengeluarkan Indonesia dari krisis ekonomi dan krisis politik.
5. Kelima, Prevention.
5. Kelima, Prevention.
Pemerintah selama ini cenderung
untuk menyelesaikan suatu masalah setelah masalah tersebut timbul atau menjadi
masalah besar. Setelah suatu masalah menjadi masalah besar, maka pemerintah akan
mengalami kesulitan besar untuk mengatasinya, baik dari segi kerumitan maupun
pembiayaan. Misalnya, Masalah wabah penyakit, Apabila di suatu daerah telah
terjadi wabah penyakit mutaber, demam berdarah, maka pemerintah akan bekerja
ekstra keras dan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah
penyakit tadi. Akan lain halnya jika pemerintah sudah melakukan usaha-usaha
pencegahan terhadap datangnya penyakit tadi. Misalnya, pemerintah sudah membuat
saluran-saluran air yang baik, memberikan penyuluhan tentang hidup sehat kepada
masyarakat.
Hal ini akan mengakibatkan penyakit
yang mewabah tidak akan terjadi. Dengan demikian pemerintah tidak akan
mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit. Begitu
juga dengan situasi politik nasional dan international. Pemerintah harus sudah
paham dengan situasi politik nasional dan internasional. Apa-apa yang
diinginkan oleh masyarakat harus mampu dibaca oleh pemerintah.
keputusan-keputusan yang diambil harus sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat.
Akan terjadi akumulasi ketidakpuasan
masyarakat dalam bentuk tindakan anarkhis apabila kebutuhan masyarakat tidak
terlayani oleh pemerintah. Jadi dengan memahami kehendak politik rakyata secara
dini, maka rakyat akan semakin dekat dengan pemerintahnya, partisipasi politik
rakyat akan semakin tinggi dan pemerintah akan melaksanakan pemerintahan dengan
tenang.
Akhirnya jelas, sebuah perubahan harus dimulai, apapun konsep yang hendak digunakan, namun paling tidak konsep tersebut harus merepresentasikan juga posisi kebudayaan Indonesia sehingga ditemukan format kelembagaan birokrasi yang efisien,efektif, adaptif dan human tanpa harus menjadi ke-barat-barat-an, meninggalkan identitas sebagai sebuah bangsa yang otonom dan berjati diri.
Akhirnya jelas, sebuah perubahan harus dimulai, apapun konsep yang hendak digunakan, namun paling tidak konsep tersebut harus merepresentasikan juga posisi kebudayaan Indonesia sehingga ditemukan format kelembagaan birokrasi yang efisien,efektif, adaptif dan human tanpa harus menjadi ke-barat-barat-an, meninggalkan identitas sebagai sebuah bangsa yang otonom dan berjati diri.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
ü Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber
daya- sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan
mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses
ü Pemerintahan adalah suatu sistem untuk menjalankan
wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik,
suatu negara atau bagian-bagiannya.
ü reinventing government (pemerintahan wirausaha) ialah
suatu sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan
social, ekonomi dan politik dengan jiwa kewirausahaan di masing-masing anggota
pemerintahan atau pejabatnya. Atau dengan kata lain, intinya ialah
“mewirausahakan birokrasi”.
ü Osborn dalam buku memangkas birokrasi. mengemukakan
Prinsip-prinsip Reinventing Government ,yaitu :
Pemerintahan katalis
• Pemerintah adalah Milik Masyarakat
• Pemerintah yang kompetitif
• Pemerintah berorientasi pada Misi
• Pemerintah berorientasi pada hasil.
• Pemerintah berorientasi pada pelanggan
• Pemerintah wirausaha
• Pemerintah antisipatif
• Pemerintahan desentralisasi
• Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar
• Pemerintah adalah Milik Masyarakat
• Pemerintah yang kompetitif
• Pemerintah berorientasi pada Misi
• Pemerintah berorientasi pada hasil.
• Pemerintah berorientasi pada pelanggan
• Pemerintah wirausaha
• Pemerintah antisipatif
• Pemerintahan desentralisasi
• Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar
3.2 Saran
Dengan
terselesaikannya makalah ini penulis berharap pemerintah dapat meningkatkan
etos kerjanya layaknya para wirausahawan. Selain makalah ini semoga bermanfaat,
penulis juga berharap sekali ada kajian husus bebrapa mata kuliah yang
berhubungan dengan ilmu administrasi Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Imawan, Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Pustaka Pelajar:, Jogyakarta
Mas`oed, Mohtar. 1994. Politik Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar: Jogyakarta.
Miriam Budiardjo. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Utama:, Jakarta.
Osborn david dan plastrik peter,2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
Putra, Fadillah dan Arif, Saiful. 2001. Kapitalisme Birokrasi: Kritik Reinventing Government Osborne Gaebler. LKiS: Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar